Langsung ke konten utama

Hadits Menurut Pembela dan Pengingkarnya

A.    Latar Belakang
Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan. Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an.
Akan tetapi dari disampaikannya hadits-hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW tidak semua disetujui oleh semua ummat Islam. Terdapat golongan yang  mengakui akan ketidakbenaran kehadiran hadits-hadits tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat kokohnya pendapat yang tidak mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang terlibat pun ikut andil untuk mengingkari segala yang sampai pada mereka.
Kalangan ulama ada yang membedakan pengertian sunnah da hadist, dan ada pula yang menyamakannya. Ulama hadist pada umumnya menyamakan pengertian kedua istilah itu. Dalam uraian ini, istilah sunnah disamakan pengertiannya dengan istilah hadist sebagaimana yang dinyatakan oleh ulama hadis pada umumnya, yakni segala sabda, perbuatan, taqrir, dan sifat Rosulullah SAW.
Pada zaman Nabi, umat islam sepakat bahwa sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam disamping Al-Qur’an. Belum atau tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada zaman Nabi ada dari kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Bahkan pada masa Khulafa’urrosyidin, dan Bani Umayyah, belum terlihat secara jelas adanya kalangan umat islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Barulah pada masa Abbasyiah, muncul sekelompok kecil umat islam yang menolak sunnah sebagai sumber ajaran Islam. Mereka kemudian dikenal sebagai orang-orang yang berpaham inkar al-sunnah.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Adanya Inkar Sunnah?
2.      Bagaimana Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah?
3.      Bagaimana Bukti-bukti Kelemahan Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah?
4.      Bagaimana Upaya Pembela Sunnah dalam Melestarikan Sunnah?

A.    Sejarah Inkar Sunnah
Inkar Sunnah adalah suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat islam yang menolak dasar hukum islam baik sunnah shohih, baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama baik totalitas mutawattir ataupun ahad atau sebagian saja , tanpa alasan yang dapat diterima.[2]
Inkar sunnah terdiri dari dua periode, yaitu periode klasik dan periode modern.
1.    Ingkar Sunnah Klasik
Berdasarkan fakta sejarah bahwa di zaman Rasulullah SAW tidak ada umat Islam yang menolak sunnah nabi sebagai salah satu sumber hukum dalam  Islam. Demkian pula di zaman khulafahur al- Rasyidin (632-661 M) dan masa Bani Umayyah (661 – 750 M) belum ada tampak secara nyata kelompok yang menginkari sunnah Nabi sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur`an.[3]
Menurut Imam Syafi’i, kelompok inkar al-sunnah muncul di penghujung abad ke dua atau awal abad ketiga Hijriyah pada saat pemerintah Bani Abbasiyah (750 – 932 M). Pada masa ini mereka telah menampakkan diri sebagai kelompok tertentu dan melengkapi diri dengan berbagai argument untuk mendukung pahamnya untuk menolak eksistensi dan otoritas sunnah sebagai hujjah atau sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.
Pada zaman itu, paham yang menginkari sunnah belum dapat diidentifikasi berasal dari kelompok mana karena Imam Syafi’i tidak menjelaskan namanya akan tetapi  ia mengisyaratkan bahwa mereka kebanyakan berada di Basrah (Irak). Kelompok inilah yang ditentang Imam Syafi’i dengan gigih memperjuangkan sunnah sehingga ia dijuluki Nashir al-Sunnah (pembela sunnah). Karena kesungguhan Imam Syafi’i memperjuangkan sunnah dengan berbagai argument akhirnya ia berhasil menyadarkan para penginkar sunnah dan membendung gerakan inkar al-sunnah dalam waktu yang sangat panjang.
Bahkan menurut Musthafa ‘Azami paham inkar al- sunnah telah muncul pada masa shahabat. Ia membuktikan dengan adanya dialog antara shahabat Imran bin Husain dengan seseorang yang hanya meminta diajarkan al-Qur`an saja. Namun bila dicermati hal ini tidak bisa dikategorikan dengan inkar al- sunnah tetapi menurut sebahagian ulama bisa dikategorikan sebagai benih- benih inkar al-sunnah. Kemudian ada lagi dialog Umayyah bin Khalid dengan Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat yang ditemukan dalam al- Qur`an hanya di rumah dan waktu perang saja.semenjak itu tidak ada lagi yang tidak meyakini sunnah sebagai hujjah hingga sebelas abad kemudian.[4]
Selanjutnya, Muhammad al-Khudari berpendapat bahwa orang-orang yang dihadapi oleh Imam Syafi’i dari kalangan teolog Mu’tazilah karena diketahui dalam sejarah Basrah saat itu merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan yang menyangkut ilmu kalam. Di kota inilah berkembang  paham  dan  tokoh - tokoh  Mu’tazilah  yang  dikenal  aliran rasional dalam Islam dan banyak mengkritik ahli hadits. Jadi awal munculnya gerakan inkar al-sunnah menurut pendapat al-Khudari adalah kelompok aliran Mu’tazilah.
Abu Zahrah menolak tuduhan asal mula munculnya aliran inkar al-sunnah yang dimotori oleh Mu’tazilah karena mereka tetap mengakui dan menerima  hadits-hadits Rasulullah sebagai sumber hukum Islam. Tetapi menurut Abu Zahrah bahwa inkar al-sunnah adalah orang-orang zindik yang lahirnya meyakini Islam tetapi batinnya ingin menghancurkan Islam.
Dari keterangan di atas tampaknya yang paling dapat diterima awal munculnya kelompok inkar al-sunnah berawal dari kelompok kaum zindik bukan dari kelompok Mu’tazilah karena aliran mereka tetap meyakini dan menerima hadits Rasulullah sebagai hujjah atau sumber hukum Islam walaupun terkadang meragukan keshahihan suatu hadits atau menolak hadits yang tidak memenuhi standar penilaian mereka. Oleh sebab itu meragukan tingkat keshahihan suatu hadits tidak berarti menolak eksistensi dan otoritas sunnah sebagai sumber hukum Islam.[5]
2.      Ingkar Sunnah Modern
Benih-benih paham inkar al-sunnah tetap ada walaupun dapat ditaklukan. Hal ini  terbukti mereka tetap menyerukan agar menolak sunnah sebagai sumber hukum Islam. Gerakan inkar al- sunnah periode abad modern ini muncul pada peralihan abad 19 ke abad 20 M.
Di Mesir (dr.Taufiq Shidqi w.1920) yang menyerukan bahwa sumber ajaran Islam hanya al-Qur’an (al Islam huwa al-Qur’an wahdah). Pengikut setia Taufiq Shidqi adalah Gulam Ahmad Pervez (lahir tahun 1920) di India. Ia berpendapat bahwa bagaimana pelaksanaan cara shalat terserah pada pemimpin untuk menentukan secara musyawarah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat dan tidak perlu hadits-hadits Nabi untuk itu. Selain itu, Rasyad Khalifa di Amerika yang menilai bahwa al-Qur'an satu-satunya sumber ajaran Islam dan berkeyakinan bahwa hadits merupakan buatan iblis yang dibisikkan kepada Muhammad SAW. Selain itu,  Kassim Ahmad di Malaysia yang menilai bahwa hadits adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Rasulullah SAW dan hadits menurutnya merupakan penyebab terjadinya perpecahan dan kemunduran umat Islam.
Tokoh sesat inkar al-sunah lainnya di Indonesia yaitu Muhammad Irham Sutarto yang dibantu oleh teman dekatnya Abdurrahman dan Lukman Saad bahkan menyebar di pulau Jawa, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Riau.  Khusus di Sumatera Barat yaitu Dalimi Lubis (lahir di Pasaman 1940).[6]

B.     Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah
Memang cukup banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berpaham inkar al-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman Al-Syafi’i maupun yang hidup pada zaman sesudahnya. Dan berbagai argumen yang banyak jumlahnya itu, ada yang berupa argumen-argumen naqli (ayat Al-quran dan hadis) dan ada yang berupa argumen-argumen non-naqli. Dalam uraian ini, pengelompokkan kepada dua macam argumen tersebut digunakan.
1.        Argumen-argumen Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Quran saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadis Nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berpaham inkar al-sunnah ternyata telah mengajukan sunnah sebagai argument membela paham mereka. Cukup banyak juga argumen naqli yang mereka ajukan, namun yang terpenting ialah sebagai berikut:
a.         QS. Al-Nahl: ayat 89 yang artinya:. . . Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (AIquran,) untuk menjelaskan segaia sesuatu. ...
b.        QS. Al-An’am: ayat 38 yang Artinya:... Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alkitab...
Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Quran telah mencakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan agama. Dengan demikian, tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalnya dan sunnah. Menurut mereka, salat lima waktu sehari-semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah sunnah atau hadis, melainkan ayat-ayat Al-Quran, misalnya S. al-Baqarah: 238, Hud: 114, al-Isra’: 78 dan 110, Taha: 130, al-Hajj, 77, al-Nur: 58, dan al-Rum: 17-18.
Dari argumen-argumen yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen itu adalah orang-orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Al-Quran kepada umatnya. Nabi Muhammad hanyalah bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada para pengikutnya. Di luar hal tersebut, Nabi Muhammad tidak memiliki wewenang. Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulullah. Hal itu menurut para pengingkar sunnah hanyalah berlaku tarkala Rasulullah masih hidup, yakni tatkala “jabatan” sebagai ulul-amri berada di tangan beliau. Setelah beliau wafat, maka jabatan ulul-amri berpindah kepada orang lain, dan karenanya, kewajiban patuh orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad menjadi gugur.[7]
2.        Argumen-argumen Non-Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen non-naqli adalah argumen-argumen yang tidak berupa ayat Al-Quran dan atau hadits-hadits. Walaupun sebagian dan argumen-argumen itu ada yang menyinggung sisi tertentu dari ayat Al-Quran ataupun hadis Nabi, namun karena yang dibahasnya bukanlah ayat ataupun matan haditsnya secara khusus, maka argumen-argumen tersebut dimasukkan dalam argumen-argumen non-naqii juga. Cukup banyak juga argumen-argumen yang termasuk non-naqli yang telah diajukan oleh para pengingkar sunnah, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
a.    Al-Quran diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad(melalui Malaikat Jibril) dalam bahasa Arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami Al-Quran secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dan hadis Nabi. Dengan demikian, hadis Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Alquran.
b.    Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat Islam terpecah-pecah. Perpercahan ini tenjadi karena umat Islam berpegang kepada hadis Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, hadis Nabi merupakan sumber kemunduran umat Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan hadis Nabi.
c.    Asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadis Nabi lahir setelah lama Nabi wafat. Dalam sejarah, sebagian hadis baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ al-tabi’in, yakni sekitar empat puluh atau lima puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab-kitab hadis yang terkenal,misalnya Shahih al -Bukhari dan Shahih Muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadis palsu. Di samping ini,banyak matan hadis yang termuat dalam berbagai kitab hadis, isinya bertentangan dengan Al-Quran ataupun logika.
d.   Menurut dokter Taufiq Sidqi, tiada sam pun hadis Nabi yangdicatat pada zaman Nabi. Pencatatan hadis tcrjadi setelah Nabiwafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadis itu, manusia bcrpeluanguntuk mempermainkan dan merusak hadis sebagaimana yangtelah terjadi.[8]
C.  Bukti-bukti Kelemahan Argumen-argumen Para Pengingkar Sunnah
1.      Kelemahan Argumen-argumen Naqli
Seluruh argumen naqli yang diajukan oleh para pcngingkar sunnah untuk menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam adalah lemah sekali. Bukti-bukti kelemahannya dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.    QS. An-Nahl ayat 89 yang telah disebutkan pada halaman yang lalu itu sama sekali tidak memberi petunjuk bahwa sunnah tidak diperlukan. Ayat tersebut sesuai pernyataan Imam Syafi’i menjelaskan bahwa:
·     Ayat Al-Qur’an menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, misalnya kewajiban sholat. Dalam hal ini hadits menerangkan teknik pelaksanaannya.
·     Nabi menetapkan suatu ketentuan, yang dalam Al-Qur’an ketentuan itu tidak dikemukakan secara tegas.
·     Allah mewajibkan para hamba-Nya (yang memenuhi syarat) untuk melakukan kegiatan ijtihad. Kedudukan kewajiban melakukan ijtihad itu sama dengan kedudukan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diperintahkan oleh Allah.
b.      QS. Al-An’am ayat 38
·        Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan al-kitab dalam ayat tersebut adalah Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, termuat semua ketentuan agama. Ketentuan itu ada yang bersifat global dan ada yang bersifat rinci. Ketentuan yang bersifat global dijelaskan rinciannya oleh hadist Nabi. Apa yang dijelaskan oleh Nabi menurut Al-Qur’an wajib dipatuhi oleh orang-orang yang  beriman.
2.      Kelemahan Argumen-argumen Non-Naqli
Al-Qur’an memang benar tertulis dalam bahasa arab. Dalam bahasa arab yang digunakan oleh Al-Qur’an, terdapat kata-kata yang bersifat umum da nada yang bersifat khusus, ada yang berstatus global ada yang berstatus rinci. Untuk mengetahui bahwa ayat berlaku khusus ataupun rinci, diperlukan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Memang benar umat Islam dalam sejarah telah mengalami kemunduran. Salah satu sebab yang menjadikan umat Islam mundur ialah karena umat Islam mengalami perpecahan. UmatIslam pecah sama sekali bukan disebabkan oleh sikap mereka yang berpegang kepada hadis.
Berdasarkan bukti sejarah, ternyata periwayatan dan perkembangan pengetahuan hadis berjalan seiring dengan perkembangan pengetahuan lainnya. Ajaran hadis telah ikut mendorong memajukan umat Islam karena hadis Nabi, sebagaimana Al-Quran, tclah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menuntut pengetahuan. Di samping itu, hadis Nabi, sebagaimana Al-Quran, telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bersatu dan menjauhi perpecahan.[9]

D.    Upaya Para Pembela Sunnah dalam Melestarikan Sunnah
1.      Sunnah Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam
Sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan terdahulu, umat islam sejak zaman Nabi meyakini bahwa sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam di samping Al-Qur’an. Dasar utamadari keyakinan itu adalah bebagai petunjuk Al-Qur’an, diantaranya ialah:
a.       QS. Al-Hasyr Ayat 7 yang artinya: ….dan apa yang diberikan Rosul kepadamu, maka hendaklah kamu menerimanya ; dan apa yang dilarang bagimu, maka hendaklah kamu meninggalkannya.”
b.      QS. An-Nisa ayat 80 yang artinya: Barang siapa yang mematuhi Rasul itu, maka sungguh orang itu telah mematuhi Allah…”
Menurut ulama, ayat yang dikutip pertama, mengandung petunjuk yang bersifat umum, yakni bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman.
Ayat yang dikutip kedua, memberi petunjuk bahwa ketaatan kepada Rosulullah, yakni dengan mengikuti segala sunna beliau itu merupakan bukti ketaatan kepada Allah.
Berdasarkan petunjuk ayat-ayat tersebut dan yang semakna dengannya, maka jelaslah bahwa Al-Qur’an dan sunnah Nabi merupakan sumber utama ajaran Islam. Apabila kesumberan itu harus diberikan angka urut, maka Al-Qur’an sebagai sumber utama dan sunnah sebagai sumber kedua. Urutan itu disamping berdasarkan urutan yang dikemukakan Al-Qur’an juga berlandaskan pemikiran logis, yakni Al-Qur’an merupakan firman Allah dan Sunnah merupakan sesuatu yang berasal dari utusan Allah.[10]

             Kesimpulan
Orang yang berpaham inkar al-sunnah berpijak pada pemahaman yang salah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, sejarah umat Islam, sejarah perhimpunan sunnah, dan sebagian dari cabang penelitian kesahihan sunnah. Kesalahan pemahaman itu disebabkan oleh banyak faktor, sebagian dari faktor itu ada yang berkaitan dengan kekurangan pengetahuan mereka terhadap berbagai hal tentang sumber ajaran Islam, Al-Qur’an dan sunnah, dan sebagian faktor lagi berkaitan dengan anggapan dasar dan metode berfikir.
Bagi para penganut paham inkar al-sunnah yang meyakini bahwa Nabi Muhammad tidak memiliki kewenangan sama sekali untuk menerangkan petunjuk Al-Qur’an, tampaknya mereka itu tidak mudah diajak berdialog. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa berbagai penjelasan yang benar dari para pendukung dan pembela sunnah sudah tidak diperlukan lagi.
Upaya para pendukung dan pembela sunnah dalam melestarikan sunnah dapat dikaji ulang melalui karya-karya tulis mereka. Untuk dapat memahami secara benar tentang berbagai hal yang berkenaan dengan sunnah yang termuat dalam karya-karya tulis mereka itu, diperlukan sejumlah pengetahuan dasar, baik yang berkaitan langsung dengan pengetahuan sunnah itu sendiri, maupun yang tidak berkaitan secara langsung, misalnya pengetahuan bahasa arab.


DAFTAR PUSTAKA
Al- Shiba`i, Mustafa.1993.Al- Hadits sebagai Sumber Hukum.(Bandung: Diponegoro).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam.1994. Ensiklopedi Islam Jild.II.(Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve).
Hakim, Lukmanul.2004.Inkar Sunnah Priode Klasik.(Jakarta: Hayfa Press).
Ismail, M. Syuhudi.1995.Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya.(Jakarta: Gema Insani Press).
Khon, Abdul Majid.2009.Ulumul Hadits.(Jakarta: Sinar Grafika Offset).



[1] M. Syuhudi Ismail,”Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya”,(Jakarta: Gema Insani Press,1995). Hal.13-14.
[2] Abdul Majid Khon,”Ulumul Hadits”,(Jakarta: Sinar Grafika Offset,2009). Hal. 29.
[3] M. Syuhudi Ismail,Op.cit. Hal.226.
[4] Lukmanul hakim,”Inkar Sunnah Priode Klasik” (Jakarta: Hayfa Press, 2004). Hal. 57.
[5] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jild.II,(Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994, Cet. Ke 2).Hal.226.
[6] Mustafa  al- Shiba`i , “Al- Hadits sebagai Sumber Hukum”,(Bandung: Diponegoro, 1993). Hal.138.
[7] M. Syuhudi Ismail,Op.cit. Hal. 15-16.
[8] Ibid. Hal.19-20.
[9] Ibid.Hal.22-29.
[10] Ibid.Hal.35-37.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fungsi Hadits Terhadap Al Quran

A.     Fungsi Hadist Beserta Contohnya Hadis adalah sumber hukum islam kedua yang telah di sepakati oleh para ulama ( ahlul ilmi ) dapat memunculkan hukum dengan sendirinya tampa besertaan dengan al-Qur’an. [1] Disamping itu hadist juga memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan Al-Qur’an apalagi bila kita tinjau dari sisi fungsinya. Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an secara umum yaitu sebagai bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan takhshis, bayan taqyid, bayan tasyri’, dan bayan tabdil.  Kejelasan fungsi-fungsi hadist tersebut diatas  adalah sebagai berikut. 1.       Bayan Ta’kid Bayan ta’kid atau disebut juga dengan bayan Taqrir  atau bayan itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh atau memperkuat isi kandungan Al-Qur’an. [2] Dalam hal ini, hadist hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an, [3] dengan demikia maka kandungan hukumnya memiliki dua dalil sekaligus yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi. [4]...

AL-ASMA’ WA AL-KUNYA DAN AL-ALQAB AL-MUHADDITSIN

A.   Al-asma’ wa Al-kunya a.     Pengertian Menjelaskan nama-nama perawi dengan nama atau julukan atau gelar yang berbeda. Misalnya : Muhammad ibn al-saib al-kalbi ( محمد بن السائب الكبى ) sebagian orang mengetahui mamanya dengan “Aba al-nadhr” ( أبا النضر ) dan sebagian yang lain “Hamaad ibn al-saib”( حماد ابن السائب ) dan “Aba Al-said " : ( أبا سعيد ). [1] b.     Faedah/manfaat Untuk mempermudah pengenalan terhadap nama para rawi yang masyhur dengan kunyah-nya agar lebih lanjut dapat diketahui karakteristiknya dan untuk menghindari salah duga  karena menganggap seorang rawi adalah dua orang karena suatu saat ia disebut dengan namanya dan pada saat lain dengan kunyah-nya, atau kadang-kadang ia disebut dengan nama dan kunyah-nya sekaligus, sehingga diangap dua orang. Kemungkinan ini terjadi lantaran tiada kata ‘an tertulis diantara nama dan kunyah-nya itu. Bidang kajian ini senantiasa digali dan diperhatikan dnegan seksama oleh ahli ilm...